Buletin Edisi Oktober 2021
Inside:ARTICLE |
---|
ORANG KRISTEN DAN SUAP |
COLLEGE NEWS |
➠WISUDA PERDANA NSSBS ➠UCAPAN SELAMAT ➠KURIKULUM ➠MAHASISWA NSSBS ➠PENJALA MANUSIA (PELATIHAN PENGINJILAN |
STUDENT'S CORNER |
➠STUDENT PROFILE |
(Catatan Redaksi: Praktek suap sudah ada sejak zaman kuno hingga saat ini. Suap adalah salah satu dosa yang dikutuk di dalam Alkitab baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Namun kita jangan dibingungkan oleh tindakan memberi suap dan memberi tips atau tanda terima kasih. Keduanya berbeda sama sekali oleh motivasi di baliknya. Memberi tips atau tanda terima kasih adalah murni sebagai “give away” kebajikan. Sebaliknya, suap sarat dengan motivasi kotor di baliknya. Itulah yang dibahas secara singkat dan padat dalam artikel ini oleh penulis agar memberikan pemahaman bagi orang Kristen tentang bahayanya praktek suap dan hukuman yang mengikutinya. Semoga bahasan dalam artikel ini akan menolong setiap orang Kristen untuk tidak terlibat dalam kasus suap, apapun bentuknya.)
Anda tidak perlu mencari terlalu lama untuk menemukan kasus suap dalam politik Amerika.
Dari skandal Teapot Dome tahun 1920-an hingga suap Gulf Oil (Minyak Teluk) dan Exxon tahun 1960-an hingga korupsi Abscam tahun 1970-an serta kesepakatan manis para politisi dalam beberapa hari terakhir. Suap tampaknya menjadi bagian normal dan biasa dalam bisnis dan politik.
Banyak orang Amerika menyuarakan kemarahan ketika mereka mendengar suap bisnis besar atau para politisi kucing gemuk mengambil keuntungan dari posisi mereka untuk mengisi dompet mereka sendiri.
Suap adalah masalah moral dan etika serius yang eksis manakala seorang laki-laki atau perempuan memiliki sesuatu yang bernilai untuk diperdagangkan dengan mengorbankan integritas mereka.
Korupsi suap sudah ada sejak zaman kuno.
Terlepas dari kenyataan bahwa ada denda berat terhadap suap di Roma kuno, praktik membeli dukungan kandidat politik adalah hal biasa.
Politisi terkemuka sering kali terlilit utang pribadi, yang membuat mereka menjadi sasaran suap.
Misalnya, pada tahun 62 SM utang Julius Caesar berjumlah sekitar 500.000 dalam mata uang dollar Amerika, yang jika dirupiahkan dengan kurs saat ini Rp14.200 per 1 dolar, sama dengan Rp7.100.000.000.
Pada usia dua puluh empat tahun, Marcus Antonius berutang 100.000 dolar (Rp1.420.000.000). Empat belas tahun kemudian kewajibannya tidak kurang dari 600.000 dolar (Rp8.520.000.000).
Cicero terbatas untuk berkomentar: “Suap sudah mencapai titik didih.”
Di dunia Kekaisaran Yunani kuno segalanya lebih baik. Suap politik tampaknya tidak berlaku, setidaknya dalam skala besar di Yunani.
Tetapi dalam mengomentari situasi di Kartage, Aristoteles merefleksikan: "Adalah wajar bahwa seseorang harus menghasilkan uang dari jabatannya jika dia harus membayarnya."
Sebuah studi tentang berbagai budaya kuno akan mengungkap bahwa suap secara konsisten dikutuk sebagai praktik korupsi oleh masyarakat beradab.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kejahatan besar ini. Dalam dokumen penting sejarah Inggris, Magna Charta, dinyatakan: "Kami tidak akan menjual kepada siapa pun, kepada siapa pun kami tidak akan menyangkal atau menangguhkan, hak atau keadilan."
Sebuah ide mulia yang belum sepenuhnya terwujud.
Perjanjian Lama dengan keras
mengutuk suap.
Istilah Ibrani sho'chad, yang sering diterjemahkan
sebagai "hadiah" (KJV) atau "suap" (ASV), dilambangkan
sebagai "hadiah" dan umumnya berkaitan dengan hadiah yang diberikan
kepada hakim untuk mendapatkan putusan yang menguntungkan.
Namun, sebenarnya, suap adalah ”sesuatu
yang diberikan kepada seseorang untuk membujuknya melakukan sesuatu yang ilegal
atau salah, atau bertentangan dengan harapan-harapannya.”
Para penulis Perjanjian Lama mengaitkannya
dengan beberapa sikap tidak bermoral dan kejahatan yang menyertainya.
Suap dianggap sebagai penyimpangan keadilan karena sering
menyebabkan orang yang tidak bersalah dihukum dan yang bersalah dibebaskan.
Musa menyatakan: “Suap janganlah kauterima, sebab suap
membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara
orang-orang yang benar” (Kel. 23:8).
Sekali lagi: “Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah
memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata
orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar”
(Ul. 16:19).
Daud memuji orang yang menolak
untuk menerima suap melawan orang yang tidak bersalah (Mazmur 15:5) dan
mengutuk penerimaan suap sebagai "kejahatan" (Mzm 26:10).
Orang bijak menulis: “Orang fasik menerima hadiah suapan
dari pundi-pundi untuk membelokkan jalan hukum” (Ams. 17:23).
Yesaya melihat masalah ini pada
zamannya. Dia mengeluarkan kata celaka yang mengerikan bagi mereka "yang membenarkan orang fasik karena
suap dan yang memungkiri (merampas) hak orang benar” (Yes. 5:23).
Suap dan Kejahatan Lainnya
Suap adalah sahabat dari berbagai bentuk kejahatan. Suap berjalan beriringan dengan
pemerasan dan penindasan.
“Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat,
dan uang suap merusakkan hati” (Pengkh. 7:7).
Suap adalah rekan pencurian.
“Para pemimpinmu adalah pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri. Semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok. Mereka tidak membela hak anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tidak sampai kepada mereka” (Yes. 1:23).
Suap tidak jarang dikaitkan
dengan pembunuhan.
“Padamu orang menerima suap untuk mencurahkan darah, engkau memungut bunga uang atau mengambil riba dan merugikan sesamamu dengan pemerasan, tetapi Aku kaulupakan, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (Yeh. 22:12).
Terkait dengan dosa suap, Musa
memuji kekudusan Yahweh ketika dia menegaskan bahwa Tuhan “tidak memandang bulu ataupun menerima suap”
(Ul 10:17; bdk. 2 Taw 19:7).
Oleh karena itu, mereka yang “hidup dalam kebenaran”
bersama Yahweh harus mengebaskan
tangannya, supaya jangan menerima suap (Yes. 33:15).
Menurut Encyclopedia Judaica, suap di luar Israel tidak dikutuk.
Menyogok penguasa, pejabat, dan hakim non-Yahudi dianggap sah setiap saat. Mengingat bias (prasangka) mereka terhadap orang Yahudi, tidaklah sulit untuk memahami sikap seperti itu. Tidak hanya terbiasa menyuap raja (1 Raja-raja 15:19; 2 Raja-raja 16:8; Ber. 28b, et.al.), melainkan juga biaya yang dimasukkan dalam menyuap hakim dan para sheriff (polisi) sering secara terbuka dimasukkan dalam biaya yang dapat diperoleh kembali dari debitur."
Apakah hal di atas adalah
cerminan akurat dari hukum Yahudi yang benar adalah sungguh-sungguh tidak
penting di sini, karena Israel memiliki banyak masalah dengan suap di
tengah-tengah mereka sendiri!
Sebelum jatuh ke tangan Asyur,
Amos mengecam Israel atas praktik suap mereka.
“Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang” (Amos 5:12).
Beberapa orang berpendapat bahwa
orang Yahudi tidak memiliki hukuman formal karena menerima suap. Kalangan
berwenang Yahudi modern menegaskan bahwa praktik-praktik semacam itu ”merupakan
perbuatan sebatas tidak etis saja dan bukan pelanggaran pidana”.
Ada dugaan bahwa penerima suap
dapat dicambuk, tetapi kemungkinan besar putusan hakim yang disuap akan menjadikannya
tidak sah; mungkin dia hanya akan dimintai beberapa kewajiban.
Namun, Josephus menyatakan: “Jika
ada hakim yang menerima suap, hukumannya adalah maut” (Against Apion 2:28).
Hukum dengan jelas mengumumkan kutuk atas siapa pun yang menerima suap
untuk membunuh orang yang tidak bersalah (Ulangan 27:25).
Meskipun suap tidak secara khusus disebutkan dalam Perjanjian Baru, hal itu tentu saja dikutuk baik secara prinsip maupun secara implikasi.
Beberapa kasus suap akan
menggambarkan hal ini.
Yudas, si Pengkhianat
Mungkin kasus suap yang paling
menonjol adalah kasus Yudas, yang dengan harga murah sebesar tiga puluh keping
perak dia "dibeli" [disuap] untuk menjadi "pemimpin orang-orang yang menangkap Yesus itu " (Kisah Para Rasul 1:16).
Dan dengan "upah"
kejahatannya (Kisah Para Rasul 1:18), dia telah membeli sebidang tanah untuk mayatnya sendiri.
Penilaiannya tentang Yesus yang
terbentuk selama rentang tiga tahun benar-benar diselewengkan oleh keserakahannya
(lih. Yoh 12:6).
Saksi Tidur
Contoh lain seperti itu
menyangkut suap yang diterima para prajurit Romawi yang berjaga di makam Yesus.
Pada hari Sabat setelah
penyaliban Kristus, mayatnya masih berada di dalam kubur. Sekelompok orang
Farisi mendatangi Pilatus untuk memperingatkan dia bahwa si penyesat, Yesus,
telah berjanji akan bangkit dari kematian setelah tiga hari.
Mereka meminta agar makam itu
“dijaga ketat” supaya murid-murid-Nya tidak mencuri mayat-Nya dan mengarang
cerita tentang kebangkitan-Nya.
Wali negeri menugaskan para
penjaga dengan mendesak mereka untuk “memastikan penjagaan seketat mungkin.”
Setelah Tuhan bangkit, beberapa
penjaga atau serdadu Romawi pergi ke Yerusalem dan melaporkan peristiwa menggemparkan
itu kepada para pemimpin Yahudi.
Pertemuan darurat Sanhedrin
diadakan yang menghasilkan suap besar yang dibayarkan kepada para serdadu
dengan tuntutan: "Kamu
harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya
ketika kamu sedang tidur." (lih., Mat 27 :62-66; 28:11-15).
Berapa banyak uang yang
dibutuhkan untuk membuat seseorang bertahan dengan cerita yang konyol seperti
itu? Idenya—saksi tidur!
Fakta bahwa para pejabat menyegel
mulut para prajurit dengan suap adalah bukti bahwa segel Romawi yang ditempelkan
telah rusak. Tapi oleh siapa?
Simon, Tukang Sihir
Ketika para rasul, Petrus dan
Yohanes, turun ke Samaria untuk memberikan karunia rohani kepada orang-orang
yang telah ditobatkan Filipus, kita diberitahu bahwa:
“Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka, serta berkata: "Berikanlah juga kepadaku kuasa itu” (Kisah Para Rasul 8:18, 19).
Petrus segera menjawab, “Binasalah kiranya uangmu itu bersama
dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia
Allah dengan uang” (Kisah Para Rasul 8:20).
Dari kejadian ini, istilah
"Simony" muncul. Ini menggambarkan praktik yang muncul dalam sejarah
gereja di kemudian hari terkait praktek menyuap seseorang untuk mendapatkan
jabatan agama. Lihat kata yang dibahas dalam berbagai buku tentang sejarah
gereja dan ensiklopedia.
Prinsip Spiritual Mengutuk Suap
Perjanjian Baru mengutuk suap
baik dari sudut pandang positif maupun negatif.
Suap sebenarnya adalah keturunan
dari ketamakan.
Oleh karena itu, setiap ayat
Alkitab yang berhubungan dengan ketamakan juga merupakan kutuk terhadap suap.
Larangan terhadap ketamakan (Roma
13:9) dan hukuman yang menyertainya (1 Kor. 6:10; Ef. 5:5) adalah peringatan
serius bagi mereka yang mau menerima suap atau meremehkan kelemahan orang lain.
Selain itu, Yahweh mewajibkan
kita agar “memikirkan yang
baik [terhormat], bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia”
(2 Kor. 8:21).
Kata "baik [terhormat]" dalam ayat ini
adalah halos dalam bahasa Yunani,
yang dikatakan W. E. Vine: "baik, terpuji, juga memiliki arti etis tentang
apa yang adil, benar, terhormat, dari perilaku demikian yang pantas
dihargai."
Suap melanggar setiap prinsip
kejujuran dan integritas yang ditetapkan dalam Firman Allah.
Suap Pemimpin Agama
Kecenderungan manusia untuk
memberi suap dan menerima suap telah menjadi ciri khas semua bidang kehidupan.
Bahkan agama pun tidak luput dari penyakit spiritual ini.
Di era Perjanjian Lama, Bileam,
yang hidup pada masa pengembaraan Israel di padang belantara dan yang disebut
"nabi" oleh inspirasi (2 Pet. 2:16), yang dibujuk dengan suap, berupaya
untuk mengucapkan kutuk atas umat Yahweh (Bil. 22-24).
Meskipun seorang manusia itu
religius, namun kecintaannya pada upah perbuatan yang salah menjadi
kehancurannya!
Rupanya suap adalah praktek yang sudah
lumrah di antara para pemimpin agama di zaman Hakim-Hakim Israel. Samuel,
menjelang akhir hidupnya, menantang:
”Di sini aku berdiri. Berikanlah kesaksian menentang aku di hadapan TUHAN dan di hadapan orang yang diurapi-Nya: Lembu siapakah yang telah kuambil? Keledai siapakah yang telah kuambil? Siapakah yang telah kuperas? Siapakah yang telah kuperlakukan dengan kekerasan? Dari tangan siapakah telah kuterima sogok sehingga aku harus tutup mata? Aku akan mengembalikannya kepadamu” (1 Sam. 12:3).
Meskipun nabi besar ini bukanlah
orang yang dapat dibeli (ayat 4), anak-anaknya yang jahat tidak memiliki
karakter yang sama karena catatan berkata:
“Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan” (1 Sam. 8:3).
Suap tampaknya menjadi hal biasa
di antara para nabi dan imam Israel di tahun-tahun mundurnya pemerintahan
Yehuda karena Mikha tanpa takut menyerang praktek tersebut:
“Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: "Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” (Mikha 3:11).
Sekali lagi, “Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat;
pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya,
dan hukum, mereka putar balikkan!” (Mikha 7:3).
Tugas menjadi pemimpin spiritual
dan guru memang luar biasa. Pembimbing agama dibebani dengan tanggung jawab
yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan orang-orang di jalan kebenaran — tanpa
penambahan, pengurangan atau perubahan.
Panggilan ini menuntut kesatuan
tujuan dan dedikasi total karena ada bahaya besar di sepanjang jalan.
Selalu ada orang-orang (bahkan
dalam agama) yang “membenci yang
memberi teguran” dan berbuat “keji kepada yang berkata dengan tulus ikhlas” (Amos 5:10).
“Orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat,
tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan
keinginan telinganya” (2 Tim. 4:3).
Mereka berkata, “Janganlah lihat [bernubuat] bagi kami hal-hal yang benar, tetapi katakanlah kepada kami hal-hal yang manis, lihatlah [bernubuatlah] bagi kami hal-hal yang semu, menyisihlah dari jalan dan ambillah jalan lain, janganlah susahi kami dengan Yang Mahakudus, Allah Israel.” (Yes. 30:10, 11).
Manusia pada dasarnya religius.
Mereka ingin menjadi religius. Mereka membutuhkannya.
Tetapi karena banyak dari mereka
tidak ingin menyerah pada kebenaran, maka alternatif mereka adalah mencari
pemimpin atau pengkhotbah yang akan memberi tahu mereka apa yang ingin mereka
dengar.
Dunia keagamaan dipenuhi oleh para
pemeras yang dapat disuap untuk mengajar hampir semua hal di bawah matahari!
Tuhan tahu ini akan menjadi
situasinya. Inilah sebabnya mengapa ada banyak sekali bahan Alkitab untuk para
pemimpin rohani yang berkaitan dengan masalah uang.
Suap Rohani
Di antara kualifikasi yang
diberikan Ilahi bagi penilik kawanan domba Allah adalah persyaratan bahwa penilik
Tuhan tidak boleh menjadi "hamba uang" (1 Tim. 3:3) atau "serakah
akan uang kotor" (Tit. 1:7).
Ungkapan yang sama juga digunakan
bagi diaken di dalam 1 Timotius 3:8.
Peringatan ini menyiratkan,
antara lain, bahwa mungkin ada godaan untuk memberi suap.
Mungkin ada orang-orang yang
menginginkan pekerjaan dalam kepemimpinan gereja, tetapi karena watak
materialistis, akan sangat rentan terhadap orang atau kelompok yang terbiasa
membeli sesuka hati mereka sendiri dalam segala hal.
Dan jika kita dapat menerima
kesaksian sejarah gereja, inilah sesungguhnya yang terjadi di zaman
pasca-apostolik.
Konstitusi Apostolik,
dokumen-dokumen dari abad keempat Masehi, memperingatkan para penilik yang
menerima "pemberian yang memalukan" dan dengan demikian dipengaruhi
untuk tidak menerapkan disiplin terhadap orang-orang jahat di dalam gereja (Bk.
ii, c. 9).
Bagian lain yang luar biasa terkait
dengan "para gembala" yang akan, karena suap, secara salah menuduh
orang yang tidak bersalah dan mengeluarkan mereka dari persekutuan Kristen (Bk.
ii, c. 42).
Sebenarnya, situasi seperti ini
pada prinsipnya ada di banyak jemaat saat ini. Pertimbangkan beberapa kasus.
Saya ingat sebuah jemaat di
Pantai Barat yang para penatuanya tidak mengizinkan seorang pemberita Injil
untuk mengajarkan doktrin Alkitab tentang pernikahan di tengah-tengah mereka.
Mereka mengklaim ada begitu
banyak keluarga di jemaat yang terlibat dalam masalah perceraian sehingga jika
diajarkan, banyak yang akan pergi dan budget
(keuangan) gereja akan hancur! Itu adalah penatua-penatua yang telah disuap
oleh para pezinah.
Pernahkah ada penatua-penatua didekati
oleh sebagian anggota gereja lokal yang tidak peduli dengan ajaran Alkitab yang
terus terang?
Juru bicara mereka mungkin
berkata, “Saudara-saudara, kami tidak menyukai cara penginjil itu berkhotbah,
dan kami telah memutuskan bahwa kami tidak dapat lagi dengan hati nurani yang
baik memberikan persembahan kami di sini.”
Dan seringkali para penatua
tunduk pada suap semacam itu dan menyarankan kepada penginjil mereka bahwa akan
lebih baik jika dia mencari pekerjaan lain. Jika ini bukan bentuk suap, apa
dong?
Dan kita mungkin juga
menghadapinya. Penginjil tidak luput dari godaan menerima suap baik sekarang
atau nanti.
Beberapa menerima suap setiap kali
mereka menerima gaji. Jika seorang penginjil menahan diri untuk mengajarkan
seluruh kebenaran Tuhan seperti subyek tentang minuman keras, cara berpakaian
tidak sopan, pernikahan dan perceraian, disiplin gereja, ketamakan, dan topik
kontroversial lainnya karena dia tahu bahwa menangani masalah ini akan
mengakibatkan pemecatannya, maka dia sedang disuap seolah-olah seseorang
menyelipkan amplop penuh uang di bawah pintu rumahnya!
Mungkin inilah sebabnya Paulus
memperingatkan Timotius muda tentang banyaknya pencobaan yang menimpa mereka yang
ingin kaya (1 Tim. 6:5-10).
Penginjil adalah manusia. Kami
membutuhkan rumah, pakaian, makanan, dan kebutuhan lainnya. Kami bahkan
menikmati beberapa kemewahan.
Tetapi marilah kita tidak pernah
mengabaikan untuk memberitakan seluruh kebenaran. Kita tidak boleh membiarkan
jiwa kita disuap oleh mereka yang sama sekali tidak tertarik untuk pergi ke
surga!
Masalah-Masalah Khusus
Saya percaya kata peringatan itu tepat
terkait dengan beberapa praktik populer saat ini di beberapa jemaat.
Beberapa orang religius tidak
lagi percaya bahwa Kekristenan memiliki manfaat hakiki untuk menarik perhatian
orang-orang yang berpikiran serius.
Jadi tipu muslihat dan godaan
(dan, ya, bahkan suap) seperti dalam suasana sirkus yang digunakan untuk merayu
banyak orang.
Satu kelompok denominasi
memprakarsai praktek pemberian kartu hadiah kepada pengunjung. Yang lain telah
memberikan imbalan finansial kepada anggota yang dapat mendatangkan anggota baru
paling banyak pada hari jemaat.
Namun, tentu saja, orang Kristen
tidak perlu disuap untuk melaksanakan amanat Tuhan kepada orang sesat!
Atau bagaimana dengan membagikan kartu
hadiah dan doorprize kepada
pengunjung yang datang ke perhimpunan ibadah kita?
Bukankah bentuk-bentuk baru dalam
“penginjilan” ini sangat dekat dengan suatu bentuk suap (dan dalam beberapa
kasus lebih dari itu).
Apa yang dikatakan tentang orang
Kristen ketika mereka harus menggunakan penipuan dan suap untuk membawa
orang-orang?
Bukankah lebih baik memotivasi
orang dengan menyatakan kasih karunia Tuhan daripada menggunakan hadiah rayuan
dan teologi lolipop?
Kesimpulan
Sekali lagi, biarlah ditekankan.
Etika alkitabiah tidak akan pernah mengizinkan orang Kristen yang setia untuk
terlibat dalam praktek yang umumnya dikenal sebagai suap (yaitu, semua upaya
untuk memutarbalikkan keadilan atau mewujudkan apa yang tidak bermoral).
Di daerah-daerah tenang yang mungkin kadang-kadang dihadapi, anak Allah akan menggunakan penilaiannya sesuai dengan Kitab Suci dan berusaha untuk mempraktekkan hukum emas dan memelihara hal-hal yang terhormat di mata semua orang.
Karya Kutipan
C. H. H. “Bribery,” Encyclopedia Judaica. New York: -Macmillian Co., 1971.
Hanke, H. W. “Bribery,” The New Zondervan Pictorial Bible Encyclopedia. Grand Rapids: Zondervan Publishing Co., 1975.
McClintock, John and Strong, James. Article “Gift,” Cyclopaedia of Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature. Grand Rapids: Baker Book House, 1968.
Murray, R. H. “Corruption and Bribery,” Hastings Encyclopedia of Religion and Ethics. New York: Charles Scribner’s Sons, 1914.
Ross, Irwin. “Bribery Is Bad Business,” Reader’s Digest. September, 1976.
Smith, William and Cheetham, Samuel. “Bribery,” A Dictionary of Christian Antiquities. London: John Murray, 1875.
COLLEGE NEWS
Wisuda Perdana NSSBS
Pada tanggal 31 Oktober, untuk
pertama kali NSSBS melaksanakan wisuda bagi para lulusannya. Ada empat orang
mahasiswa yang telah menyelesaikan program Pendidikan Teologi mereka, yakni
Yarman Gulo, Fred Luis Hengga, Elfitaria Laia dan Sunia Ndruru. Ke empat
wisudawan ini berhasil mendapatkan predikat akademik yang sangat baik. Saat ini
mereka berempat juga sedang mengikuti program Sarjana Pendidikan Kristen di
Sekolah Tinggi Teologi Manado.
Ucapan selamat
Seluruh keluarga besar NSSBS
mengucapkan selamat kepada empat orang mahasiswa NSSBS yang telah menyelesaikan
pendidikan mereka. Mereka adalah Yarman Gulo, Fred Luis Hengga, Elfitaria Laia
dan Sunia Ndruru. Sekarang mereka sudah menjadi alumni NSSBS angkatan I (2021).
Semoga apa yang telah mereka pelajari selama tiga tahun akan diimplementasikan
dalam karya dan pelayanan di jemaat Tuhan dimana kelak mereka berada.
Kurikulum
Mata Kuliah Triwulan II (Oktober-Desember 2021)
1. 121-Sejarah Ibrani (Yoshua-1 Raja) 60 jam (3 SKS) Jon Runtu
2. 122-Pentateukh III ( Bilangan -Ulangan) 60 jam (3 SKS) Hendrik M
3. 123-Kehidupan dan Pengajaan Kristus II 60 jam (3 SKS) Timbul MTS
4. 124-Hermeneutika 60 jam (3 SKS) Alex D
5. 125-Kewarganegaraan 30 jam (2 SKS) Carolus PP
6. 126-English 30 jam (2 SKS) Like H
Tahun Kedua:
1. 321-Apologetika Kristen 60 jam (3 SKS) Alex D
2. 322-Kitab Roma 60 jam (3 SKS) Timbul MTS
3. 323-Kitab Nabi2 Kecil 60 jam (3 SKS) Jon Runtu
4. 324-Yesaya 60 jam (3 SKS) Harun T
5. 325-Bahasa Yunani II 30 jam (2 SKS) Timbul MTS
6. 326-Homilitika 30 jam (2SKS) Jon Runtu
Mahasiswa Tahun Pertama:
1. Jonisanto Laia asal Nias
2. Krisman Jaya Mendrofa asal Sibolga
3. Heri Pastio Aritonang asal Batam
4. Samuel Norbertus Situmorang asal Medan
5. Christian Lapian asal Manado
6. Sokirama Laia asal Jambi
7. Frangky Sumampouw asal Manado
8. Diana Adriana Tellusa asal Manado
Mahasiswa Tahun Kedua:
1. Charis Theo Yehezkiel Simanjuntak asal Batam
2. Markus Manalu asal Batam
3. Ade Tri Prayoga asal Lampung
4. Titus Lafau asal Lampung
5. Monica Elena Tarida Banjar Nahor asal Jakarta
6. Putrahmad Waruwu asal Sibolga
7. Serly Adwiyana asal Luwu Timur
Penjala Manusia (Pelatihan Penginjilan)
Saat ini semua mahasiswa NSSBS dan alumnus NSSBS program pendidikan lanjutan Sarjana Pendidikan Kristen sedang mengikuti kegiatan Pelatihan Penjala Manusia yang diadakan oleh Gereja Sidang Jemaat Kristus Di Indonesia (GSJKDI) Sawangan Tombulu. Kelas pelatihan ini berlangsung selama 10 Minggu.
STUDENT’S CORNER
Student Profile
Nama : Sokirama Laia
Tanggal lahir : 10 Juni 2002
Jemaat asal : GSJKI Khou Khou Nias
Hobby : Main bola, main voli, dan main musik
Motto : “Pantang Menyerah”
Tujuan belajar di NSSBS: Belajar dan mendalami firman Tuhan