Buletin Edisi Oktober 2020

Artikel dan Berita dari Kampus NSSBS

Apa saja?

  • Artikel: Kemarahan, Kebencian, dan Dendam
  • Halo, AASBS Menyapa!
  • Student Profile

Ingin memperoleh informasi pendaftaran mahasiswa baru tahun ajaran 2023-2024? Segera...

Hubungi Kami
buletinnssbs
KEMARAHAN, KEBENCIAN, DAN DENDAM
Oleh: Marvin L. Weir

(Catatan Redaksi: Topik tentang kemarahan, kebencian, dan dendam, jarang kita dengarkan dari mimbar padahal sangat penting untuk dipelajari oleh setiap orang Kristen. Berita tentang tindakan buruk ini setiap hari menghiasi layar televisi, media massa, media sosial, dll. Bahkan mungkin kita sendiri mengalaminya. Alkitab dan Kekristenan mengecam bahkan mengutuk tindakan buruk ini. Oleh sebab itu, melalui artikel ini, setiap orang Kristen perlu untuk mempelajari tentang kemarahan, kebencian dan dendam, bukan hanya sekedar untuk tahu, tetapi juga untuk mengintrospeksi diri sehingga bisa menjalani kehidupan Kristen yang ramah, bersahabat, dan tentunya berkenan di hadapan Allah).

PENDAHULUAN

Keduniawian telah lama menjadi tulah atas orang-orang, baik yang berada di dalam maupun di luar tubuh Kristus. Tidak ada yang lebih familiar dengan akibat-akibat mengerikan keduniawian selain Setan. Iblis adalah musuh besar manusia dan misinya adalah terus-menerus mencari “orang yang dapat ditelannya” (1 Pet. 5:8).1 Setan lihai menggunakan kilauan dan daya tarik keduniawian untuk menggoda orang-orang supaya menjerat kehidupan mereka ke dalam perbudakan dosa.

Barangkali belum pernah ada dalam sejarah gereja Tuhan saat ini dimana keduniawian sangat memikat pikiran banyak orang yang mengaku sebagai anak-anak Allah. Seorang Kristen harus menjadi pengikut Kristus (1 Pet. 2:21), dan seseorang tidak dapat berjalan di jalan Juruselamat jika masih bergandengan tangan dengan dunia ini. Gereja di banyak tempat yang jauh saat ini juga masih banyak yang menolak untuk menghentikan memakai pakaian, kebiasan, bahasa, dan rekreasi duniawi. Masalah ini telah menjadi penyebab utama banyak penatua dan penginjil mengedipkan mata pada dosa, mengkompromikan keyakinan mereka dengan pengajaran Alkitab, dan menolak untuk menuntut pertobatan sambil mendorong orang-orang yang hidup di dalam dosa untuk melakukan apapun yang terbaik yang dapat mereka lakukan. Tentu saja, semuanya harus dilakukan di dalam nama kasih, namun Kristus mengajarkan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (John 14:15).

Tidak mungkin bagi seseorang pada saat yang sama melekat pada Kristus juga melekat pada hal-hal di dunia ini. Permintaan rasul Yohanes sangat keliru untuk disalahpahami ketika dia berkata:

Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia (1 Yoh. 2:15-16).

Kesetiaan seseorang tidak dapat dibagi antara hal surgawi dan hal duniawi. Yesus mengajarkan kebenaran ini dengan berkata, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Mat. 12:30). Lagi, Sang Guru Besar berkata, “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Mat. 6:24). Rasul Paulus yang berbicara melalui inspirasi berkata, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Gal. 6:14).


Saudara-saudara di Kolose ditantang dengan perkataan ini:

Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan (Kol. 3:1-4).

Adalah perintah bahwa anggota-anggota jemaat Kristus perlu memiliki pola pikir yang digambarkan Paulus dalam ayat-ayat di atas. Seorang Kristen jangan pernah lupa bahwa satu-satunya kewargaan yang sungguh-sungguh penting adalah kewargaan di surga – bukan kewargaan di dunia ini (Fil. 3:20). Sebaiknya kita semua menaruh dengan teguh di dalam pikiran kita perkataan Paulus kepada Titus: “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit. 2:11-12).

Sekarang marilah kita memusatkan perhatian kita pada pelajaran tentang kemarahan, kebencian, dan dendam.

DENDAM


Kita akan mulai dengan dosa dendam karena dendam berada dalam kelasnya sendiri. Allah tidak pernah memendam dendam di dalam hati-Nya, dan sesuai definisinya kata ini tidak pernah digunakan dalam arti yang baik. Menurut perkiraan si penulis, inilah yang membedakan dendam dari kemarahan dan kebencian. Adalah selalu salah untuk membiarkan dendam membesarkan kepala jeleknya dan berakar di dalam hati. Namun, tidak pernah salah bila marah pada apa yang membuat Allah marah dan membenci apa yang Allah benci.

Dendam didefinisikan di dalam kamus sebagai “suatu keinginan untuk melukai orang lain atau untuk melihat orang lain menderita; niat jahat atau dendam yang ekstrim.”2 Dendam adalah lawan dari kebaikan.3 Thayer mendefinisikan kata Yunani untuk dendam sebagai “keganasan, dendam, niat jahat, keinginan untuk melukai, kejahatan, kebejatan; kejahatan yang tidak takut untuk melanggar hukum, sikap jahat, kekacauan.”4 Kata ini dapat digunakan dalam arti umum sebagai kejahatan dan diterjemahkan demikian di dalam Kitab Suci. Dalam mengajarkan tentang praktek Kekristenan, Yakobus berkata, “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu” (Yak. 1:21). Petrus mengingatkan saudara-saudara untuk “buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah,” (1 Pet. 2:1). Englishman’s Greek Concordance menyatakan bahwa kata Yunani kakia digunakan dalam sebelas ayat di dalam Perjanjian Baru dan diterjemahkan sebagai “hal jahat, kejahatan, dengki, dan dendam.”

Alkitab menunjukkan bahwa sedikitnya ada perbedaan yang halus antara kata dendam dan benci dengan menggunakan keduanya di dalam satu ayat Kitab Suci yang sama. Paulus mengingatkan Titus bahwa “dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, [ke]keji[an], saling membenci” (Tit. 3:3). Sungguh tidak pernah dibenarkan menjadi penyebab luka atau cedera pada orang lain. Dendam sudah pasti bertentangan dengan kasih agape yang selalu mencari minat spiritual terbaik seseorang. Anak Allah tidak dapat menyimpan dendam di dalam hatinya dan tetap berkenan kepada Allah. Seperti kata Paulus, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan” (Eph. 4:31).

Sikap dan prinsip yang akan menghantamkan pukulan mematikan pada dendam sangat mudah untuk dipahami. Tetapi paling sulit untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mempraktekkan prinsip-prinsip Kristen. Paulus mengingatkan orang-orang Filipi tentang karakter penting yang disukai oleh semua orang yang membiarkan diri mereka berpakaian dengan ciri-ciri duniawi. Paulus menulis:

Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Fil. 2:3-4).

Seorang anak Allah akan mencari cara untuk menyenangkan orang-orang kapan pun hal itu sesuai hukum dan memungkin; mereka akan berjuang untuk mencegah hal-hal yang membuat orang lain murka. Paulus mempraktekkan apa yang telah diajarkannya sendiri. Roh Kudus mencatat Paulus berkata, “Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat” (1 Cor. 10:33).

Orang-orang mengerti apa artinya mempraktekkan “hukum emas.” Konsep ini berakar dan berdasar pada Kitab Suci dan sangat mudah dilihat di dalam kehidupan Kristus. Sesungguhnya Tuhan kita yang berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat. 7:12). Dosa dendam akan mati ketika orang-orang memiliki sikap yang terdapat di dalam pikiran seorang pengikut Kristus. Dendam tidak dapat bertahan dimana kasih Kitab Suci berlimpah! Pemazmur menyatakan, “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” (Maz. 119:11). Ketika Anda dicobai untuk melakukan niat jahat dan mendatangkan luka terhadap orang lain, tolong ingat perkataan ini:

Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu (Fil. 4:8).

Jika Anda sunguh-sungguh melakukan hal ini, maka dosa dendam tidak akan berakar di dalam hati Anda.

KEMARAHAN

Kamus mendefinisikan kemarahan sebagai “suatu perasaan tidak menyenangkan yang kuat atau permusuhan.”5 Kata yang paling sering diterjemahkan “kemarahan” di dalam Perjanjian Baru dari kata Yunani orge. Thayer mendefinisikan orge sebagai:

Kemarahan, watak alami, tabiat marah, karakter, Gerakan atau pergolakan jiwa, gerak batin, keinginan, berbagai emosi kasar, tetapi khususnya kemarahan, murka, kegeraman, kemarahan yang diperlihatkan dalam hukuman…digunakan dalam hukuman yang dijatuhkan oleh hakim.6

Kata parorgizo digunakan dua kali di dalam Perjanjian Baru dan diterjemahkan kemarahan di dalam Roma10:19 dan murka di dalam Efesus 6:4. Thayer berkata bahwa kata ini berarti “membangkitkan murka, memprovokasi, menjengkelkan, marah.”7

Menurut Englishman’s Greek Lexicon, orge digunakan sebagai kata benda sebanyak 36 kali di dalam Perjanjian Baru dan diterjemahkan di dalam Alkitab versi King James sebanyak 31 kali sebagai “murka,” tiga kali sebagai “kemarahan,” dan satu kali masing-masing sebagai “pembalasan” dan “kegeraman.”8 Kata orgidzo digunakan sebelas kali sebagai kata kerja dan diterjemahkan “marah” atau “gusar.”9

Alkitab tidak mengajarkan bahwa kemarahan sepenuhnya dosa, tetapi menjadi dosa jika marah tanpa alasan yang benar. Dalam Alkitab versi King James, Yesus berkata:

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya [tanpa suatu sebab] harus dihukum… (Mat. 5:21-22).

Alkitab versi American Standard dan Alkitab Terjemahan Baru menerjemahkan ayat ini tidak memasukkan perkataan tanpa suatu sebab karena didasarkan pada beragam teks Yunani. Tetapi ayat Kitab Suci lainnya mendukung gagasan suatu sebab yang dapat diterima untuk kemarahan atau kegeraman yang benar. Orang-orang Farisi ingin menjerat Yesus dalam jebakan, sambil menunggu untuk melihat apakah Juruselamat akan menyembuhkan seorang laki-laki pada hari Sabat. Yesus, yang mengetahui pikiran mereka, meminta kepada laki-laki yang mati tangan sebelah itu untuk berdiri dan kemudian berbicara kepada orang-orang Farisi dengan berkata:

"Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu (Mark 3:4-5).

Dalam mengomentari insiden di atas, seorang penulis berkata:

Kemarahan, ketika diterapkan kepada Allah dan Yesus, bukanlah nafsu amarah, tetapi suatu kemarahan yang dalam, kemarahan moral terhadap kesalahan. Hal itu sepenuhnya konsisten dengan kasih pada orang berdosa; memang seharusnya itulah buah kasih. Tidak akan menjadi hina dan berdosa karena tidak terbakar kemarahan oleh kebencian, pengkhianatan, kekejaman, dan kemunafikan. Kemarahan ini adalah salah satu kekuatan motif semua gerakan reformasi.10

Ada juga insiden tentang Yesus mengusir para penukar uang dari bait Allah, membalikkan meja-meja mereka, dan berkata, “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (John 2:16). Meskipun elemen dendam pribadi tidak ada, Yesus memiliki sebab [alasan] untuk marah atas penyalahgunaan hal-hal suci.

Seseorang mungkin saja mengamati dengan melihat contoh-contoh yang diberikan bahwa pantas bagi Tuhan untuk mengekspresikan kemarahan tetapi tidak bagi manusia. Tetapi, Paulus mengingatkan orang-orang Efesus: “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” (Efe. 4:26). Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa manusia dapat marah dan tidak berdosa. Ayat ini juga menyatakan bahwa kemarahan dapat menuntun kepada kebencian dan dosa. Bahkan Allah yang adil dan suci lambat marah (Nah. 1:3). Mengenai Efesus 4:26 seseorang harus ingat:

Ini bukanlah suatu nasehat untuk marah, juga bukan suatu larangan untuk marah. Kemarahan tidak selamanya dosa. Allah marah pada orang jahat setiap hari…. Seringkali orang Kristen dihadapkan dengan dosa, kebusukan, dan kejahatan yang sangat kejam, yang akan menjadi dosa karena tidak menunjukkan kemarahan yang dalam – kemarahan suci. Tetapi ketika dia menjadi begitu bernafsu maka ada bahaya besar untuk berbuat dosa, untuk secara gegabah melakukan sebuah kesalahan yang tidak dapat dibenarkan, yang harus dia jaga ketat supaya dia jangan berdosa…. Tetapi rasa marah yang bangkit pada awal bisa saja tidak berbahaya, atau bahkan layak dipuji, tetapi dengan memendam dan terus menahan, maka segera memburuk menjadi dendam dan kebencian yang selalu sepenuhnya dosa….Amarah yang disimpan dalam hati segera berkembang menjadi dendam.11

Kemarahan pribadi dan penuh nafsu yang tidak diarahkan terhadap kejahatan yang menyebabkan seseorang kehilangan kesabarannya tidak pernah mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Yakobus menekankan kebenaran ini dalam pengajaran tentang praktek kehidupan Kristen ketika dia berkata, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (Jam. 1:19-20). Jenis amarah atau kemarahan ini sifatnya duniawi dan selalu dikecam di dalam Kitab Suci. “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan” (Efe. 4:31) adalah perintah Paulus kepada orang-orang Efesus. Pesan Paulus kepada orang-orang Kolose pun sama: “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu” (Col. 3:8).


Ada banyak pelajaran bernilai yang dapat dipelajari mengenai kemarahan. Kita harus selalu berhati-hati dalam menunjukkan amarah karena emosi dan perasaan kita dapat menuntun kepada hal yang penuh dosa. Kemarahan jangan pernah dipendam hingga membusuk dan berkontribusi untuk “beri kesempatan kepada Iblis” (Efe. 4:27). Kita harus berhati-hati marah tanpa sebab yang benar. Kita harus ingat bahwa kita harus mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (Mat. 22:39). Jadi, kita jangan marah terhadap orang lain karena sesuatu yang tidak membuat kita marah pada diri sendiri. Sikap demikian akan menunjukkan respek terhadap orang tapi sebenarnya munafik dan tidak konsisten (bdg. Yak. 2:1dst). Seseorang janganlah marah karena kebetulan, kesalahan, kelemahan manusia, atau gagal ingatan. Allah tidak sebegitu marahnya pada tindakan manusia, malah Dia menghendaki apa yang terbaik bagi manusia.

Di sisi lain, amarah yang benar yang diarahkan terhadap kejahatan bukanlah amarah duniawi atau salah. Menarik untuk mengamati orang-orang yang begitu cepat terbakar oleh amarah pribadi yang dengan teguh menolak untuk marah pada penggagahan rohani yang dilakukan terhadap kerajaan Tuhan. Gereja sering difitnah, diserang, dan dikritik sementara orang-orang yang mengaku sebagai orang Kristen tidak mengangkat alisnya tetapi hanya berdiri tenang dengan mempraktekkan kesabaran dan menahan diri. Saudara-saudara harusnya malu karena mereka kurang semangat untuk hal-hal suci! Kebenaran harus selalu diserukan dalam kasih (Efe. 4;15), tetapi bukannya tidak mengasihi untuk mengungkapkan amarah yang benar terhadap keduniawian yang menyerang pengantin Kristus yang mulia! Apakah kita tidak “berjuang untuk mempertahankan iman yang (sekali) telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yudas 3)?

Segala sesuatu “yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita” (Rom. 15:4). Banyak contoh yang diberikan tentang orang-orang yang memiliki amarah yang adil dan kudus yang bahkan tidak peduli dengan hak-hak pribadi mereka sendiri. Daud sangat marah kepada orang kaya yang mengambil satu-satunya domba betina yang dimiliki seorang miskin (2 Sam. 12:1-6). Nabi Nehemia “sangat marah” Ketika dia tahu pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh umat Allah (Neh. 5:1dst). Musa marah karena bangsanya tidak percaya kepada Allah (Kel. 16:20), dan “bangkitlah amarah” Musa karena kejatuhan mereka di gunung Sinai (Kel. 32:19).

Tetapi, amarah yang hanya mementing diri sendiri jelas sekali dikecam di dalam Perjanjian Lama. Beberapa contoh kasus seperti Kain marah kepada Habel (Gen. 4:5), Esau marah kepada Yakub (Kej. 27:44-45), Saul marah kepada Yonatan (1 Sam. 20:30), dan Ahab marah kepada Nabot (1 Raja. 21:1dst). Peringatan-peringatan dari orang bijaksana jangan pernah dilupakan. Pertama, Salomo memperingatkan bahwa “Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan” (Ams. 15:18). Selanjutnya dia memberi peringatan: “Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah” (Ams. 22:24). Akhirnya muncul perkataan hikmat ini: “Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya” (Ams. 29:11).

Semua akan melakukannya dengan baik untuk mengingat peringatan kebijaksaan mulia yang diberikan oleh Roh Kudus melalui Yakobus: “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (Yak. 1:19-20).

KEBENCIAN

Tidak diragukan lagi tentang dosa kebencian. Kebencian disebut dalam daftar sebagai salah satu perbuatan daging dan orang-orang yang mempraktekkan perbuatan-perbuatan daging demikian tidak akan masuk ke dalam surga. Paulus berkata:

Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu -- seperti yang telah kubuat dahulu -- bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal. 5:19-21).

Vine berkata echthra yang diterjemahkan “kebencian” dalam Alkitab versi King James di dalam Galatians 5:20 “berlawanan dengan kasih agape.”12 Kebencian yang sekarang kita gambarkan adalah suatu kebencian terhadap manusia dan bukan terhadap keburukan, kekotoran, dan kejahatan. Thayer mendefinisikan miseo yang diterjemahkan “kebencian” sebagai “membenci, mengejar dengan kebencian, sangat membenci.”13 Kamus menerjemahkan kebencian sebagai “perseteruan atau permusuhan yang intens.”14 Seseorang harus memahami sikap bermusuhan yang dimiliki orang-orang Yahudi pada Yesus untuk melihat akibat akhir dari kebencian. Yohanes 15:18-25 dengan jelas menunjukkan bahwa dosa kebencianlah yang menyalibkan Tuhan. Juga dinyatakan bahwa mereka membenci Kristus “tanpa alasan” (Yohanes 15:25).

Allah tidak pernah mengizinkan kebencian pada manusia. Rasul Yohanes meneguhkan kebenaran ini dengan mengajarkan: “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya” (1 Yoh. 3:15). Seseorang yang bersalah karena kebencian ini menunjukkan sikap atau jalan pikiran seorang pembunuh. Bukan saja seseorang jangan membenci saudaranya, tetapi juga jangan membenci musuhnya. Yesus mengajarkan: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:43-44).

Kebencian dan kemarahan dapat menggerogoti seseorang seperti kanker. Konteks 1 Yohanes 3:12-13 menunjukkan bahwa Kain membenci Habel. Karena dia terbakar oleh amarah (Kej. 4:5) dan membenci, maka Kain membunuh adiknya. Kebencianlah yang menyebabkan saudara-saudara Yusuf ingin membunuh dia (Kej. 37:5, 20). Kebencian orang selalu menghasilkan perbuatan daging yang berperang melawan jiwa. Semua orang, tetapi khususnya orang Kristen, harus menjauhkan diri dari kejahatan kedagingan dan duniawi seperti itu (bdg. 1 Pet. 2:11).

Kebencian tidak cocok dengan kasih Allah. Yesus menekankan pentingnya kasih sejati di antara rasul-rasul-Nya. Sang Guru Besar mengajarkan:

Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (Luk. 6:32-35).

Kristus juga menekankan bagaimana kita harus mengasihi. Dia berkata kepada murid-murid-Nya:

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi (Yoh. 13:34-35).

Karena kita adalah pengikut teladan Kristus, maka kita harus mengasihi seperti Dia mengasihi (bdg. Efe. 5:1-2).

Ada sejumlah ayat Alkitab yang mengajarkan supaya orang jangan memiliki roh kebencian. Paulus menasehati saudara-saudara di Roma: “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (Rom. 12:10). Lagi, dia mengajarkan:

Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat (Rom. 13:8-10).

Kepada jemaat di Galatia Paulus berkata, “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan” (Gal. 5:14-15). Paulus berdoa supaya orang-orang kudus di Tesalonika kiranya “bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu” (1 Tes. 3:12). Dalam mengingatkan setiap orang tentang prinsip-prinsip Kristen, Yakobus berkata:

Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik. Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran (Jam. 2:8-9).

Yohanes mengingatkan kita bahwa jika Allah begitu mengasihi kita maka kita juga harus mengasihi satu sama lain (1 Yoh. 4:11). Kemudian rasul memberikan sebuah ringkasan agung tentang topik kasih dengan berkata:

Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yoh. 4:20-21).

Tetapi, ada hal-hal yang Allah benci, yang juga harus kita benci. Pemazmur mengajarkan bahwa kita harus membenci segala sesuatu yang palsu (Maz. 119:104). Orang bijak menyatakan, “Orang benar benci kepada dusta” (Ams. 13:5). Salomo juga berkata kita harus membenci suap (Ams.15:27) dan ketamakan (Ams. 28:16 – “laba yang tidak halal”). Kebenaran dari hal ini adalah bahwa Allah membenci segala kejahatan. Para prajurit salib yang setia harus melakukan hal yang sama juga!

Bagaimana mungkin para pengikut Kristus memiliki segala bentuk persekutuan dengan orang-orang yang membolehkan, membiarkan, atau ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan (bdg. Efe. 5:11)? Satu hal yang Allah benci adalah “tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah” (Ams. 6:17). Bagaimana mungkin seorang Kristen tidak membenci tindakan aborsi dan menolak untuk bersekutu dengan orang-orang yang mendukung tindakan itu? Menurut Allah, homoseksualitas adalah suatu “kekejian” (Ima. 18:22; 20:13). Bagaimana mungkin orang-orang tidak membenci dosa tidak wajar seperti ini? Jika kita membenci dosa, dalam nama kasih, kita tidak akan menjalin persekutuan dengan orang berdosa. Allah membenci perceraian atau “berpisah” karena melanggar janji, rumah tangga hancur, melanggar hukum, sakit hati dan dilukai (Mal. 2:16). Perzinahan adalah satu-satunya alasan Allah akan mengizinkan perceraian dan menikah lagi dan hanya pasangan yang tidak bersalah yang dapat mengklaim pengecualian ini (Mat. 19:6, 9). Perbuatan-perbuatan jahat harus dibenci – bukan diajurkan (Rev. 2:6). Segala sesuatu yang adalah dosa dan duniawi harus dibenci karena hal itu bertentangan dengan yang benar (Ibrani. 1:9). Adalah selalu pantas untuk membenci apa yang Allah benci!

KESIMPULAN

Gereja Tuhan jangan memiliki noda atau kerut; sebaliknya harus kudus dan tidak bercela (Efe. 5:27). Tidak ada anggota tubuh yang akan malu dengan menunjukkan kemarahan yang benar kepada yang menodai gereja Kristus yang mulia. Persekutuan dengan Allah, Kristus, dan orang-orang yang memiliki iman mulia yang serupa sangat penting dan dihargai, dan kita harus membenci hal-hal yang akan memutuskan persekutuan yang demikian indah. Dendam tidak pernah mencari apa yang terbaik bagi seseorang dan jangan pernah diizinkan untuk tinggal di dalam hati seseorang.

Sementara kita hidup di dunia ini, hendaknya kita dengan teguh menolak untuk menjadi bagian dari dunia! Marilah kita bersukacita karena “kewargaan kita adalah di dalam sorga” (Fil. 3:20), dan hendaknya kita “pikirkanlah perkara yang di atas” (Col. 3:2).

CATATAN AKHIR

1 Semua kutipan ayat Alkitab dari American Standard Version kecuali ada versi lain yang terindikasi.
2 The American Heritage Dictionary of the English Language, Third Edition (Houghton Miffin Company, 1992). Versi elektronik seizin dari INSO Corporation.
3 W. E. Vine, Merrill F. Unger, William White, Jr., Vine’s Expository Dictionary of Biblical Words (Nashville, TN: Thomas Nelson Publishers, 1985), p. 388.
4 Joseph Henry Thayer, The New Thayer’s Greek-English Lexicon Of The New Testament (Peabody, MA: Hendrickson Publishers, 1979), p. 320.
5 The American Heritage Dictionary of the English Language.
6 Thayer, p. 452.
7 Ibid., p. 490.
8 Wigram-Green, The New Englishman’s Greek Concordance and Lexicon (Peabody, MA: Hendrickson Publishers, 1982), p. 616.
9 Ibid.
10 C. E. W. Dorris, A Commentary on the Gospel According to Mark (Nashville, TN: Gospel Advocate Co., 1970), p. 71.
11 David Lipscomb, A Commentary on the New Testament Epistles (Nashville, TN: Gospel Advocate Co., 1969), 4:89.
12 Vine, Unger, White, p. 210.
13 Thayer, p. 415.
14 The American Heritage Dictionary of the English Language.
 

(Diterjemahkan dari Bellview Lectures: Wordliness, editor Michael Hatcher, Hal. 358-368:1999. Versi elektronik berekstensi pdf)

COLLEGE NEWS

Halo, AASBS menyapa!

Selamat datang di buletin new chapter 2020. Kami datang untuk menyapa orang-orang terkasih dalam tulisan ini.

Semester awal tahun 2020 telah dimulai dan telah menyelesaikan triwulan pertama. Saat ini triwulan kedua sedang berjalan. Para mahasiswa sangat bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Rata-rata mendapatkan nilai yang bagus. Di awal tahun ajaran ada 7 orang mahasiswa baru full time dan juga ada 2 orang mahasiswa part time. Mereka adalah:

1.  Paulus Agung Triady dari Yogyakarta
3. Charistheo Yehezkiel Simanjuntak dari Batam
4. Ade Tri Prayoga dari Lampung Selatan
5. Markus Daniel Manalu dari Batam
6. Putrahmad Waruwu dari Sibolga
7. Sherly Adwiyana dari Luwu Sulawesi Selatan
8. Rachellen Argatha Sirait dari Bandar Lampung (part time)

Selain itu ada 11 orang mahasiswa yang mengikuti kurikulum tahun ketiga. Lima orang dari mereka akan menyelesaikan pendidikan formal di AASBS dan direncanakan akan diwisuda bulan November 2020. Mereka adalah:

1. Detina Telaumbanua dari Pulau Nias
2. Julian Effendi dari Lampung Selatan
3. Ridho Setiawan dari Lampung Selatan
4. Dedi Cardias Zebua dari Medan
5. Soni Khamo Waruwu dari Sibolga
6. Fred Hengga dari Papua
7. Yarman Gulo dari Pulau Nias
8. Sunia Ndruru dari Pulau Nias
9. Elfin Laia dari Pulau Nias
10. Monika Elena Tarida Banjarnahor dari Jakarta
11. Amos Lafau dari Lampung Selatan (part time)

Adapun mata kuliah untuk triwulan ini adalah:

Tahun Pertama:
1. Pentateukh I (Alex Daniel)
2. Pendahuluan Umum Alkitab (Jon Ropelemba)
3. Kehidupan dan Pengajaran Kristus I (Timbul Sirait)
4. Pentateukh II (Fadumaisi Lafau)
5. Etiket (Alex Daniel)
6. Bahasa Inggris (Timbul Sirait)

Tahun Ketiga:
1. Nabi Nabi Kecil (Jon Topelemba)
2. Amsal Sulaiman (Fadumaisi Lafau)
3. Didaktik Metodik (Timbul Sirait)
4. Bahasa Inggris Advance (Timbul Sirait)
5. Riset

STUDENT CORNER

Profil mahasiswa baru AASBS adalah sebagai berikut:
Nama lengkap: Putrahmad Waruwu
Tempat tanggal lahir: Aek Badiri, 11 Oktober 1999
Alamat: Aek Bontar, Sibolga, Tapanuli Selatan
Jenis kelamin: laki laki
Anak ke 3 dari delapan bersaudara
Hobby: Main tenis
Tujuannya belajar di AASBS adalah untuk mendalami Alkitab dan bidang studi lainnya yang akan menunjang pelayanannya sebagai hamba Tuhan di masa depan di jemaat lokal. Selamat datang, Putra!

Related Posts